Tiga setengah abad lebih, bangsa kita dijajah bangsa asing. Tahun
1511 Bangsa Portugis merebut Malaka dan masuk kepulauan Maluku, sebagai awal
sejarah buramnya bangsa ini, disusul Spanyol dan Inggris yang juga berdalih
mencari rempah - rempah di bumi Nusantara. Kemudian Tahun 1596 Bangsa Belanda
pertama kali datang ke Indonesia dibawah pimpinan Houtman dan de Kyzer. Yang
puncaknya bangsa Belanda mendirikan VOC dan J.P. Coen diangkat sebagai Gubernur
Jenderal Pertama VOC.
Penjajahan Belanda
berakhir pada tahun 1942, tepatnya tanggal 9 Maret 1942 Pemerintah Hindia
Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Sejak saat itu Indonesia diduduki
oleh bala tentara Jepang. Namun Jepang tidak terlalu lama menduduki Indonesia,
sebab tahun 1944, tentara Jepang mulai kalah melawan tentara Sekutu.
Untuk menarik simpati
bangsa Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam melawan tentara Sekutu,
Jepang memberikan janji kemerdekaan di kelak kemudian hari. Janji ini diucapkan
oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944. Oleh karena terus
menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji
kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji kemerdekaan tanpa
syarat yang dituangkan dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari
Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Madura) Dalam maklumat tersebut sekaligus
dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI). Tugas badan ini adalah menyelidiki dan mengumpulkan
usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat
dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia.
Keanggotaan badan ini
dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang pertama pada tanggal
29 Mei s/d 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama tersebut yang dibicarakan khusus
mengenai dasar negara untuk Indonesia merdeka nanti. Pada sidang pertama
tersebut 2 (dua) Tokoh membahas dan mengusulkan dasar negara yaitu Muhammad
Yamin dan Ir. Soekarno.
Tanggal 29 Mei 1945,
Muhammad Yamin mengajukan usul mengenai calon dasar negara secara lisan yang
terdiri atas lima hal, yaitu :
- Peri Kebangsaan
- Peri Kemanusiaan
- Peri Ketuhanan
- Peri Kerakyatan
- Kesejahteraan Rakyat
Selain secara lisan M.
Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yaitu :
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Persatuan Indonesia
- Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab
- Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan
- Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia
Kemudian pada tanggal
1 Juni 1945 Ir. Soekarno (Bung Karno) mengajukan usul mengenai calon dasar
negara yaitu :
- Nasionalisme (Kebangsaan
Indonesia)
- Internasionalisme
(Perikemanusiaan)
- Mufakat atau Demokrasi
- Kesejahteraan Sosial
- Ketuhanan yang Berkebudayaan
Kelima hal ini oleh
Bung Karno diberi nama PANCASILA, lebih lanjut Bung Karno mengemukakan bahwa
kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:
- Sosio nasionalisme
- Sosio demokrasi
- Ketuhanan.
Selanjutnya oleh Bung
Karno tiga hal tersebut masih bisa diperas lagi menjadi Ekasila yaitu GOTONG
ROYONG.
Selesai sidang
pembahasan Dasar Negara, maka selanjutnya pada hari yang sama (1 Juni 1945)
para anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya
adalah menampung usul-usul yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan kepada
sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara
tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni 1945.
Adapun anggota panitia
kecil ini terdiri atas 8 orang, yaitu:
- Ir. Soekarno
- Ki Bagus Hadikusumo
- K.H. Wachid Hasjim
- Mr. Muh. Yamin
- M. Sutardjo Kartohadikusumo
- Mr. A.A. Maramis
- R. Otto Iskandar Dinata dan
- Drs. Muh. Hatta
Pada tanggal 22 Juni
1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan para anggota BPUPKI
yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujui
dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul - usul/ Perumus Dasar Negara,
yang terdiri atas sembilan orang, yaitu: Ir. Soekarno, Drs. Muh. Hatta, Mr.
A.A. Maramis, K.H. Wachid Hasyim, Abdul Kahar Muzakkir, Abikusno Tjokrosujoso,
H. Agus Salim, Mr. Ahmad Subardjo dan Mr. Muh. Yamin. Panitia Kecil yang
beranggotakan sembilan orang ini berhasil merumuskan Mukadimah Hukum Dasar,
yang kemudian dikenal dengan sebutan PIAGAM JAKARTA.
Dalam sidang BPUPKI
kedua, Tanggal 10 s/d 16 Juli 1945, hasil yang dicapai adalah merumuskan
rancangan Hukum Dasar. Tanggal 9 Agustus 1945 dibentuk Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dan pada Tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah
tanpa syarat kepada Sekutu, sejak saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan.
Keadaan tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa
Indonesia, yaitu dengan mem-Proklamasi-kan Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal
17 Agustus 1945. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan PPKI mengadakan sidang,
dengan acara utama :
- Mengesahkan Rancangan Hukum
Dasar dengan Preambulnya (Pembukaan)
- Memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Untuk pengesahan
Preambul, terjadi proses yang sangat panjang, sehingga sebelum mengesahkan
Preambul, Drs. Muhammad Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal
17 Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari
Indonesia bagian Timur yang menemuinya. Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur
mengusulkan agar pada alinea keempat preambul, di belakang kata KETUHANAN yang
berbunyi 'dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya'
dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian Timur lebih baik memisahkan
diri dari negara RI yang baru saja diproklamasikan.
Usul ini oleh Muh.
Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota
tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim
dan Teuku Muh. Hasan. Bung Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, demi
persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena pendekatan yang terus-menerus dan
demi persatuan dan kesatuan, mengingat Indonesia baru saja merdeka, akhirnya
tokoh-tokoh Islam itu merelakan dicoretnya 'dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya' di belakang kata Ketuhanan dan diganti
dengan 'Yang Maha Esa', sehingga Preambule (Pembukaan) UUD1945 disepakati
sebagai berikut :
UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 1945
PEMBUKAAN (Preambule)
Bahwa sesungguhnya
Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di
atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan
perikeadilan.
Dan perjuangan
pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia
dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rakhmat
Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu
untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan dengan berdasar kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia
dan Ke-rakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/
Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Dan untuk dapat
melaksanakan PANCASILA sebagai ideologi dan dasar negara sekaligus sebagai
pandangan hidup seluruh Rakyat Indonesia, maka Pancasila diterjemahkan dalam
butir - butir Pancasila yaitu :
1. KETUHANAN YANG MAHA
ESA :
§ Bangsa Indonesia
menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
§ Manusia Indonesia
percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
§ Mengembangkan sikap
hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut
kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
§ Membina kerukunan
hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
§ Agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
§ Menyangkut hubungan
pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
§ Mengembangkan sikap
saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing.
§ Tidak memaksakan suatu
agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
2. KEMANUSIAAN YANG
ADIL DAN BERADAB :
§ Mengakui dan
memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa.
§ Mengakui persamaan
derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa
membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan
sosial, warna kulit dan sebagainya.
§ Mengembangkan sikap
saling mencintai sesama manusia.
§ Mengembangkan sikap
saling tenggang rasa dan tepa selira.
§ Mengembangkan sikap
tidak semena-mena terhadap orang lain.
§ Menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan.
§ Gemar melakukan
kegiatan kemanusiaan.
§ Berani membela
kebenaran dan keadilan.
§ Bangsa Indonesia
merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
§ Mengembangkan sikap
hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3. PERSATUAN INDONESIA
:
§ Mampu menempatkan
persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara
sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
§ Sanggup dan rela
berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
§ Mengembangkan rasa
cinta kepada tanah air dan bangsa.
§ Mengembangkan rasa
kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
§ Memelihara ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
§ Mengembangkan
persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
§ Memajukan pergaulan
demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4. KERAKYATAN YANG
DIPIMPIN OLEH HIKMAH KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/ PERWAKILAN :
§ Sebagai warga negara
dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan
kewajiban yang sama.
§ Tidak boleh memaksakan
kehendak kepada orang lain.
§ Mengutamakan
musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
§ Musyawarah untuk
mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
§ Menghormati dan
menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
§ Dengan i’tikad baik
dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
§ Di dalam musyawarah
diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
§ Musyawarah dilakukan
dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
§ Keputusan yang diambil
harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa,
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan
keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
§ Memberikan kepercayaan
kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
5. KEADILAN SOSIAL
BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA :
§ Mengembangkan
perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
§ Mengembangkan sikap adil
terhadap sesama.
§ Menjaga keseimbangan
antara hak dan kewajiban.
§ Menghormati hak orang
lain.
§ Suka memberi
pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
§ Tidak menggunakan hak
milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasaN terhadap orang lain.
§ Tidak menggunakan hak
milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gayA hidup mewah.
§ Tidak menggunakan hak
milik untuk bertentangan dengan atau merugikaN kepentingan umum.
§ Suka bekerja keras.
§ Suka menghargai hasil
karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
§ Suka melakukan
kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.